Defisiensi Vitamin D

Anak Indonesia Defisiensi Vitamin D

Kekurangan vitamin D terjadi pada hampir semua kelompok usia di Indonesia.

 

Masyarakat di negara tropis yang berkelimpahan sinar matahari seharusnya tidak akan kekurangan vitamin D. Namun, beberapa penelitian justru menunjukkan fakta sebaliknya karena penduduk wilayah tropis pun bisa mengalami kekurangan vitamin D. Termasuk di Indonesia, meski terkenal sebagai negara tropis, angka kekurangan vitamin D di Indonesia cukup tinggi, yaitu lebih dari 95%.

Data SEANUTS 2011 sampai 2012 mengenai kadar vitamin D menyebutkan bahwa anak Indonesia usia 2 sampai 12 tahun mengalami defisiensi vitamin D sebesar 38,76 %. Perempuan sebanyak 22,10 % dan laki-laki 16,66 %. Sekitar 61,25 % ibu hamil dalam keadaan defisiensi vitamin D, sedangkan anak-anak antara 6 bulan sampai 12 tahun sekitar 44 %. Pada perempuan dewasa (usia 18 sampai 40 tahun) angkanya 63 % dan pada usia lanjut 78,2 %.

Sementara itu, dalam penelitian kadar vitamin D pada ibu hamil yang dilakukan Universitas Padjajaran pada empat kota di Indonesia ditemukan bahwa 95,6 % ibu hamil mengalami hipovitaminosis vitamin D. Rinciannya, kasus defisiensi sebesar 70 %, sedangkan insufisiensi 25,6 %. “Sekitar 70 % ibu hamil alami defisiensi vitamin D,” ujar ahli alergi imunologi anak. Universitas Padjajaran juga melakukan penelitian pada bayi lahir, perempuan, lansia, dan penderita TBC tulang belakang, penderita lupus. Ternyata, semua dalam keadaan defisiensi vitamin D, kadar vitamin D-nya di dalam darah di bawah 20 ng/mL.

Hubungan paparan sinar matahari terhadap resiko defisiensi Vitamin D

 

Hubungan antara kurangnya paparan sinar matahari terhadap resiko defisiensi vitamin D ini terlihat dari penelitian Dian Caturini Sulistyoningrum, dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gajah Mada.

Riset yang dilakukan tentang fenomena defisiensi vitamin D di Indonesia. Dalam risetnya, Dian menggunakan sampel anak-anak berusia 15-18 tahun di 10 sekolah Yogyakarta. Hampir semua anak yang jadi sampelnya mengalami devisiensi vitamin D. “Kadar vitamin D dalam darah para remaja tersebut hanya berada di angka rata-rata 15 ng/dL. Sedangkan kadar vitamin D dalam darah sesuai standar seharusnya berada di kisaran 20 ng/dL,” tulis pihak UGM dalam rilisan terkait riset Dian.

Hal yang sama juga bisa dibaca dari riset Dina Keumala Sari dkk yang terbit dalam Asian Journal of Clinical Nutrition (2017). Dina dkk melakukan riset terhadap 292 perempuan dari Sumatera Utara dalam periode empat tahun (2012-2016). Penelitian ini mempertimbangkan aspek durasi paparan sinar matahari, pekerjaan, asupan vitamin D, tingkat aktivitas fisik, hingga indeks massa tubuh. Hasilnya, 122 orang perempuan yang menjadi sampel mengalami defisiensi vitamin D. Sementara itu, 158 sampel berstatus insufisien (tidak cukup) dan hanya 12 sampel yang memiliki kadar vitamin D sufisien (cukup). “Tapi, tidak ada satu pun dari mereka yang nilainya normal untuk standar negara tropis,” tulis Dina dkk dalam laporan risetnya.

Penyebab Defisiensi Vitamin D

 

Mengapa penduduk negara-negara tropis seperti Indonesia bisa mengalami defisiensi vitamin D? Beberapa faktor yang bisa diajukan adalah terlalu banyak beraktivitas atau berdiam di dalam ruangan, berpakaian tertutup saat keluar rumah, pigmentasi kulit seseorang, penyakit kronis tertentu, atau juga penggunaan tabir surya.

“Cara berpakaian orang Asia yang cenderung tertutup dapat mengurangi paparan sinar matahari dan mengurangi produksi vitamin D oleh kulit. Faktor risiko defisensi vitamin D lainnya adalah obesitas dan penggunaan obat-obatan tertentu,” tulis Vera, Siti Setiati, dan Arya Govinda dalam laporan risetnya yang terbit dalam Jurnal Penyakit Dalam Indonesia (2015). Dan faktor yang juga mempengaruhi orang Indonesia defisiensi Vitamin D adalah faktor genetik. Variasi genetik orang di Indonesia umumnya menyebabkan gangguan metabolisme dalam mensintesis vitamin D di dalam tubuh sehingga vitamin D dalam tubuh cenderung rendah. Tanpa vitamin D, hanya ada 10-15% yang terserap dari kalsium yang kita konsumsi. Bila jumlah kalsium yang diserap tidak mencukupi maka tubuh pun akan mengambil kalsium yang ada di dalam tulang dan dapat menyebabkan kehilangan massa tulang hingga meningkatkan risiko osteoporosis.

Namun, saat ini manfaat vitamin D pun semakin meluas, yakni dapat memberikan pengaruh terhadap fungsi berbagai sistem dalam tubuh seperti sistem pertahanan tubuh, kardiovaskular dan sistem endokrin. Oleh karena itu, kekurangan vitamin D akan meningkatkan risiko beberapa penyakit seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular, kanker, diabetes, dan penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, influenza, dan tuberkulosis. Status vitamin D yang optimal dapat meningkatkan produksi protein antimikroba dalam tubuh, yang mampu memproteksi diri dari bakteri, jamur, dan virus. Selain itu, fungsi vitamin D mampu melindungi dari cedera fungsi paru-paru dan meningkatkan pembersihan saluran pernafasan secara alami.