METPENEM

METPENEM vial, Meropenem Trihydrate, Metiska Farma

KOMPOSISI
Tiap vial METPENEM mengandung:
Meropenem buffered dengan sodium carbonate setara dengan Meropenem 1 g (Sodium 87,25 mg)

Meropenem merupakan suatu antimikroba golongan carbapenem untuk penggunaan parenteral. Meropenem relatif stabil terhadap dehydropeptidase-1 (DHP-1) manusia, sehingga tidak diperlukan penambahan inhibitor DHP-1. Meropenem menunjukkan aktifitas bakterisidal yang poten dan spektrum luas terhadap bakteri aerob dan anaerob, karena Meropenem mudah berpenetrasi ke dalam dinding sel bakteri yang memiliki stabilitas tinggi terhadap beta laktamase dan juga karena afinitasnya yang sangat baik terhadap Penicillin Binding Proteins (PBPs). Pada umumnya Kadar Bunuh Minimum (KBM) bakteri sama dengan Kadar Hambat Minimum (KHM). Pada 76% bakteri yang diuji, rasio KBM: KHM adalah kurang dari atau sama dengan 2. Meropenem terbukti stabil pada uji kepekaan. Uji ini dapat dilakukan menggunakan metode rutin yang biasa. Pengujian in vitro menunjukkan bahwa Meropenem memiliki efek sinergis dengan berbagai antimikroba. Telah ditunjukkan bahwa Meropenem memiliki efek post-antibiotik secara in vitro dan in vivo. Meropenem berdasarkan data farmakokinetik dan korelasi antara hasil klinis dan mikrobiologis dengan diameter zona hambatan dan kadar hambat minimum dari organisme penginfeksi. Spektrum antibakteri Meropenem (in vitro) meliputi sebagian besar bakteri Gram positif dan Gram negatif dan strain bakteri aerob yang bermakna secara klinis, sebagai berikut:
Kategori Metode Pengukuran
Diameter zona hambat (mm) Breakpoints KMH (mg/L)
Sensitif Intermediate Resisten ≥ 14 ≤ 4
12 to 13 8
≤ 11 ≥ 16
Aerob Gram-positif: Bacillus spp., Corinebacterium diphtheriae, Enterococcus faecalis, Enterococcus liquifaciens, Enterococcus avium, Listeria monocytogenes, Lactobacillus spp., Nocardia asteroides, Staphylococcus aureus (penicillinase negatif dan positif), Staphylococci-coagulase-negative termasuk diantaranya : Staphylococcus epidermis, Staphylococcus saprophytocus, Staphylococcus capitis, Staphylococcus cohnii, Staphylococcus intermedius, Staphylococcus sciuri, Staphylococcus lugdunensis, Streptococcus pneumoniae (sensitif dan resisten terhadap penisilin), Streptococcus agalactiae, Streptococcus pyogenes, Streptococcus equi, Streptococcus bovis, Streptococcus mitis, Streptococcus mitior, Streptococcus milleri, Streptococcus morbillorum, Streptococcus Group G, Streptococcus Group F, Rhodococcus equi. Aerob Gram-negatif: Achromobacter xylosaxidans, Acinetobacter anitratus, Acinetobacter lwofii, Acinetobacter baumannii, Aeromonas hydrophila, Aeromonas sorbria, Aeromonas caviae, Alcaligenes faecalis, Bordetella bronchiseptica, Brucella melitensis, Campylobacter coli, Campylobacter jejuni, Citrobacter freundii, Citrobacter diversus, Citrobacter koseri, Citrobacter amalonaticus, Enterobacter aerogenes, Enterobacter (Pantoea) agglomerans, Enterobacter cloacae, Enterobacter sakazakii, Escherichia coli, Escherichia hermanii, Gardnerella vaginalis, Haemophilus parainfluenzae, Haemophilus influenzae (termasuk strain positif beta laktamase dan strain yang resisten terhadap ampisilin), Haemophilus parainfluenzae, Haemophilus ducreyl, Helicobacter pyloti, Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoeae (termasuk strain positif beta laktamase, strain resisten terhadap penisilin, dan strain resisten terhadap spektinomisin), Hafnia alvei, Klebsiella pneumoniae, Klebsiella aerogenes, Klebsiella azaenae, Klebsiella axytoca, Moraxella (Branhamella) catarrhalis, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, Proteus penneri, Providencia rettgeri, Providencia stuartii, Providencia alcaligenes, Burkholderia (Pseudomonas) cepacia, Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas pseudomallei, Pseudomonas acidovorans, Salmonella spp. Termasuk Salmonella enteritidis/thyphi, Serratia marcescens, Serratia liquefaciens, Serratia rubidaea, Shigella sonnei, Shigella flexneri, Shigella boydii, Shigella dysenteriae, Vibro cholerae, Vibrio para haemolyticus, Vibrio vulnificus, Yersinia enterocolitica. Bakteri anaerob: Actinomyces odontolyticus, Actinomyces meyeri, Bacteroides-Prevotella-Porphyromonas spp., Bacteroides fragilis, Bacteroides vulgatus, Bacteroides variabilis, Bacteroides pneumosintes, Bacteroides coagulans, Bacteroides uniformis, Bacteroides distasonis, Bacteroides ovatus, Bacteroides thetaiotaomicron, Bacteroides eggerthii, Bacteroides capsillosus, Prevotella buccalis, Prevotella corporis, Bacteroides gracilis, Prevotella melaninogenica, Prevotella intermedia, Prevotella bivia, Prevotella splanchnicus, Prevotella oralis, Prevotella buccae, Prevotella denticola, Bacteroides levii, Porphyromonas asaccharolytica, Bifidobacterium spp., Bilophila wadsworthia, Clostridium perfringens, Clostridium bifermentans, Clostridium ramosum, Clostridium sporogenes, Clostridium cadaveris, Clostridium sordellii, Clostridium butyricum, Clostridium dostridiiformis, Clostridium innocuum, Clostridium subterminale, Clostridium tertium, Eubacterium lentum, Eubacterium aerofaciens, Fusobacterium mortiferum, Fusobacterium necrophorum, Fusobacterium nucleatum, Fusobacterium varium, Mobiluncus curtisii, Mobiluncus mulieris, Peptostreptococcus asaccharolyticus, Peptostreptococcus granulosum, Trenotrophomonas maltophilia, Enterococcus faecium dan Staphylococci yang resisten terhadap methicillin juga ditemukan resisten terhadap Meropenem.

Pemberian dosis tunggal Meropenem secara infus intravena selama 30 menit pada relawan sehat menghasilkan kadar plasma puncak sekitar 11µg/mL pada dosis 250 mg, 23µg/mL pada dosis 500 mg dan 49µg/mL pada dosis 1 g. Namun tidak pada proporsionalitas farmakokinetika yang absolut dengan dosis yang diberikan sehubungan dengan Cmax dan AUC. Selain itu terlihat adanya penurunan klirens plasma dari 287 menjadi 205 mL/menit pada rentang dosis 250 mg sampai 2 g. Pemberian injeksi Meropenem secara bolus IV selama 5 menit pada relawan sehat menghasilkan kadar puncak plasma sekitar 52µg/mL untuk dosis 500 mg, dan 112µg/mL untuk dosis 1 g. Sebuah penelitian desain menyilang tiga arah membandingkan dosis Meropenem 1 g secara infus intravena selama 2 menit, 3 menit dan 5 menit. Secara berturut-turut durasi infus tersebut menghasilkan kadar puncak plasma sebesar 110,91 dan 94µg/mL. Setelah pemberian dosis 500 mg IV, kadar plasma Meropenem menurun sampai 1µg/mL atau kurang dari 6 jam setelah pemberian. Saat dosis berulang diberikan dengan internal 8 jam pada subyek dengan fungsi ginjal normal, tidak terjadi akumulasi Meropenem. Waktu paruh eliminasi Meropenem kira-kira pada 1 jam pada subyek dengan fungsi ginjal normal. Ikatan protein plasma Meropenem sekitar 2%.

Sekitar 17% dari dosis Meropenem diekskresikan di urin dalam bentuk utuh selama 12 jam, setelah itu hanya sedikit ekskresi pada urin yang terdeteksi. Konsentrasi urin Meropenem lebih dari 10µg/mL dipertahankan sampai 5 jam setelah pemberian dosis 500 mg. Pada dosis 500 mg setiap 8 jam atau 1 g setiap 6 jam yang diberikan pada relawan dengan fungsi ginjal normal, tidak ditemukan akumulasi Meropenem pada plasma atau urin. Satu-satunya metabolit Meropenem bersifat inaktif secara mikrobiologi. Meropenem berpenetrasi dengan baik ke dalam sebagian besar cairan tubuh dan jaringan, termasuk cairan serebrospinal pada pasien dengan meningitis bakterial, dimana kadar yang tercapai melebihi yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan sebagian besar bakteri. Penelitian pada anak menunjukkan bahwa profil farmakokinetika Meropenem pada anak serupa dengan orang dewasa. Pada anak di bawah 2 tahun, waktu paruh eliminasi Meropenem sekitar 1,5 – 2,3 jam dan farmakokinetiknya linear pada rentang dosis 10 – 40 mg/kg.

Penelitian farmakokinetika pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal menunjukkan adanya korelasi antara klirens plasma Meropenem dengan klirens kreatinin. Penyesuaian dosis diperlukan pada subyek dengan gangguan fungsi ginjal. Studi farmakokinetika pada pasien usia lanjut menunjukkan penurunan klirens plasma Meropenem yang berkorelasi dengan penurunan klirens kreatinin karena usia lanjut. Penelitian farmakokinetika pada pasien dengan penyakit hati tidak menunjukkan adanya pengaruh penyakit tersebut terhadap profil farmakokinetika Meropenem.

INDIKASI
Meropenem diindikasikan sebagai terapi tunggal pada orang dewasa dan anak-anak, untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh strain yang peka, baik tunggal ataupun multiple, dari mikroorganisme yang sensitif terhadap Meropenem:

  • Pneumonia dan pneumonia nosokomial
  • Infeksi saluran kemih
  • Infeksi intra-abdominal
  • Infeksi ginekologik, misalnya endometritis
  • Infeksi kulit dan struktur kulit
  • Meningitis
  • Septikemia
  • Infeksi tulang dan sendi
  • Endokarditis
  • Terapi empiris untuk dugaan infeksi pada pasien dewasa dengan neutropenia febril. Meropenem digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan anti virus atau anti jamur.

Meropenem terbukti efektif pada terapi tunggal atau kombinasi dengan antimikroba lain dalam pengobatan infeksi polimikroba. Belum ada pengalaman pada pasien anak dengan neutropenia atau imunodefisiensi primer atau sekunder.

KONTRAINDIKASI
Meropenem I.V dikontraindikasi pada pasien yang diketahui menderita hipersensitivitas.

Dewasa
Dosis dan lama terapi harus ditetapkan berdasarkan jenis dan keparahan infeksi serta kondisi pasien.
Dosis harian yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

  • Terapi pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi ginekologik seperti endometritis, infeksi pada kulit dan struktur kulit : 500 mg IV setiap 8 jam.
  • Terapi pneumonia nosokomial, peritonitis, dugaan infeksi pada pasien neutropenia, septikemia : 1 g IV setiap 8 jam.

Pada meningitis, dosis yang direkomendasikan adalah 2 g setiap 8 jam. Seperti antibiotika lainnya, disarankan untuk memberikan perhatian khusus pada penggunaan Meropenem sebagai monoterapi untuk penderita penyakit kritis dengan infeksi saluran nafas bagian bawah yang disebabkan atau diduga disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa.

Aturan dosis untuk pasien dewasa dengan gangguan fungsi ginjal.
Untuk pasien dengan klirens kreatinin kurang dari 51 mL/menit, aturan pengurangan dosis dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Klirens Kreatinin
(mL/menit)
Dosis
(Tergantung pada jenis infeksi)
Frekuensi
26 – 50Dosis anjuran (500 mg, 1 g atau 2 g)Setiap 12 jam
10 – 25Setengah dosis anjuran (250 mg, 500 mg atau 1 g)Setiap 12 jam
< 10Setengah dosis anjuran (250 mg, 500 mg atau 1 g)Setiap 24 jam

Jika hanya tersedia dalam kreatinin serum, klirens kreatinin dapat dihitung dengan menggunakan rumus dari persamaan Cockcroft dan Gault berikut ini :
Pria:
Klirens kreatinin (mL/menit) = (Berat badan (kg) x (140 – umur)) / 72 x kreatinin serum (mg/dl)

Wanita: 0,85 x nilai di atas
Meropenem diekskresikan pada hemodialisis; jika diperlukan terapi lanjutan dengan Meropenem, disarankan agar dosis (sesuai jenis dan keparahan infeksi) diberikan setelah prosedur hemodialisis selesai untuk mengembalikan kadar terapetik plasma. Belum ada data penggunaan Meropenem pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal.
Dosis untuk pasien dewasa dengan insufisiensi hati
Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan fungsi hati.

Usia lanjut
Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien usia lanjut dengan fungsi ginjal normal atau nilai klirens kreatininnya diatas 50 mL/menit.

Anak-anak
Untuk anak-anak 3 bulan – 12 tahun : dosis yang disarankan adalah 10 – 20 mg/kg BB setiap 8 jam, tergantung pada jenis dan keparahan infeksi, kepekaan patogen dan kondisi pasien. Pada anak dengan berat badan diatas 50 kg, digunakan dosis dewasa. Dosis yang disarankan untuk meningitis adalah 40 mg/ kg BB setiap 8 jam. Belum ada penelitian pada anak dengan gangguan fungsi ginjal.

Cara pemberian
Dewasa
Meropenem dapat diberikan secara injeksi IV bolus selama lebih kurang 5 menit atau dengan infus intravena selama 15-30 menit. Meropenem yang akan digunakan untuk injeksi IV bolus harus dilarutkan dalam aqua pro injeksi steril sebanyak 5 mL per 250 mg Meropenem, untuk menghasilkan konsentrasi 50 mg/ mL. Setelah pelarutan : Larutan jernih, tidak berwarna sampai kuning pucat, bebas serat dan partikel asing. Untuk infus intravena, Meropenem dapat dilarutkan dengan cairan NaCI 0.9% sebanyak 50 – 200 mL.

Efek samping yang serius jarang ditemukan. Dari berbagai penelitian, efek samping yang dilaporkan adalah sebagai berikut:

  • Reaksi lokal pada tempat suntikan : inflamasi, tromboflebitis, nyeri pada tempat suntikan.
  • Jarang terjadi, reaksi kulit yang berat, seperti erythema multiforme, sindrome Stevens-Johnson dan nekrolisis epidermal toksik, telah teramati.
  • Reaksi alergi sistemik jarang terjadi, reaksi alergi sistemik (hipersensitivitas) dapat terjadi setelah pemberian Meropenem. Reaksi tersebut termasuk angioedema dan manifestasi anafilaksis seperti syok, hipotensi dan tekanan pernapasan.
  • Reaksi saluran cerna : pernah dilaporkan terjadi nyeri perut, mual, muntah, diare, kolitis, pseudomembranosa.
  • Darah: trombositopenia reversible, eosinofilia, trombositopenia, leucopenia dan neutropenia. Uji Coombs langsung atau tidak langsung yang positif dapat terjadi pada beberapa subyek; telah dilaporkan pengurangan waktu tromboplastin parsial.
  • Fungsi hati: telah dilaporkan peningkatan konsentrasi serum bilirubin, transaminase, alkalin fosfatase, dan laktat dehidrogenase secara tunggal atau kombinasi.
  • Sistem saraf pusat: sakit kepala, parestesia. Walaupun jarang, konvulsi dilaporkan terjadi, namun hubungan kausal kasus ini dengan Meropenem belum jelas.
  • Lain-lain: kandidiasis oral dan vaginal.
  • Terdapat bukti-bukti klinis dan laboratorium tentang alergenisitas silang parsial diantara golongan carbapenem dengan antibiotika beta laktam, jarang dilaporkan terjadinya reaksi hipersensitivitas. Sebelum memulai terapi dengan Meropenem, pasien perlu ditanyai dengan teliti mengenai ada/ tidaknya riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap antibiotika beta laktam. Meropenem harus digunakan secara hati-hati pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas. Jika terjadi reaksi alergi terhadap Meropenem, pemberian harus dihentikan dan pasien diberikan penanganan yang sesuai.
  • Sebagaimana dengan antibiotika lainnya, pertumbuhan berlebihan dari organisme lainnya yang tidak sensitif dapat terjadi, karena itu setiap pasien memerlukan pengamatan secara berkelanjutan.
  • Kadar transaminase dan bilirubin harus dimonitor dengan hati-hati bila Meropenem diberikan pada pasien dengan penyakit hati.
  • Tidak disarankan untuk digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh methicillin resistant staphylococci.
  • Meski jarang, dilaporkan terjadi kolitis pseudomembranosa pada penggunaan Meropenem sebagaimana terjadi pada penggunaan antibiotika dalam praktek. Derajat keparahan dapat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, antibiotika harus diresepkan dengan hati-hati pada individu dengan riwayat keluhan gastro-intestinal, terutama kolitis. Penting untuk mempertimbangkan diagnosis kolitis pseudomembranosa pada kasus pasien yang terkena diare yang berhubungan dengan penggunaan Meropenem. Walaupun penelitian menunjukkan bahwa toksin yang diproduksi oleh Clostridium difficile adalah penyebab utama kolitis yang berhubungan dengan antibiotika, penyebab lain tetap harus dipertimbangkan.
  • Pemberian bersama antara Meropenem dan obat yang berpotensi nefrotoksik harus dipertimbangkan dengan berhati-hati.
  • Serangan kejang dan efek samping SSP lain pernah dilaporkan pada penggunaan Meropenem, tetapi biasanya terjadi pada pasien dengan gangguan SSP (contoh : lesi otak atau riwayat serangan kejang) atau meningitis bakterial dan atau pada pasien dengan fungsi ginjal terganggu.
  • Pregnancy Category B
    Keamanan Meropenem pada kehamilan belum diketahui. Studi pada hewan tidak menunjukkan adanya efek samping pada perkembangan janin. Satu-satunya efek samping yang diamati pada studi reproduksi hewan adalah meningkatnya insidensi aborsi pada monyet yang diberikan Meropenem pada dosis 13 x lebih banyak dari yang semestinya pada manusia. Meropenem diberikan pada ibu hamil hanya jika keuntungan terapetik lebih besar dibandingkan kemungkinan risiko yang terjadi. Penggunaannya harus di bawah pengawasan langsung oleh dokter.
  • Ibu menyusui
    Meropenem terdeteksi dalam konsentrasi yang sangat kecil pada air susu hewan coba. Meropenem diberikan pada ibu menyusui hanya jika keuntungan terapetik lebih besar dibandingkan kemungkinan risiko yang terjadi pada bayi.
  • Anak-anak
    Keamanan dan efikasi pada bayi di bawah 3 bulan belum dapat dipastikan. Belum disarankan penggunaan Meropenem untuk anak usia ini. Belum ada penelitian untuk anak-anak dengan gangguan fungsi hati dan ginjal.
  • Efek pada kemampuan mengendarai dan menjalankan mesin.
    Belum ada data, tetapi tidak diharapkan Meropenem akan mempengaruhi kemampuan mengendarai dan menjalankan mesin.
  • Probenesid: berkompetisi dengan Meropenem pada sekresi tubular aktif dan dengan demikian menghambat ekskresi renal, menyebabkan peningkatan waktu paruh eliminasi dan konsentrasi plasma  Meropenem. Karena potensi dan lama kerja Meropenem tanpa probenesid sudah memadai, pemberian bersamaan probenesid dengan Meropenem tidak disarankan.
  • Efek potensial Meropenem terhadap ikatan protein dari obat lain atau metabolisme, belum diteliti. Ikatan protein Meropenem cukup rendah (sekitar 2%), karena itu, kemungkinan tidak akan terjadi interaksi dengan senyawa lain atas dasar lepasnya ikatan obat dengan protein plasma.
  • Meropenem dapat menurunkan kadar serum asam valproat dan dapat menyebabkan kadar  subterapetik pada beberapa pasien.
Overdosis selama terapi dapat terjadi, khususnya pada pasien dengan gangguan ginjal. Penanganan overdosis bersifat simtomatik. Jika terjadi overdosis, hentikan pemberian Meropenem dan berikan terapi suportif sampai terjadi eliminasi dari ginjal. Pada individu normal, Meropenem akan cepat dieliminasi dari ginjal, sedangkan pada pasien dengan gangguan ginjal, Meropenem dan metabolitnya dapat dieliminasi dengan hemodialisis.

KOMPATIBILITAS, PERHATIAN KHUSUS UNTUK PENYIMPANAN & PENANGANAN

  • Meropenem tidak boleh dicampur atau ditambahkan dengan obat lain.
  • Jangan disimpan di atas suhu 30 0C.
  • Dianjurkan untuk menggunakan larutan Meropenem yang baru untuk injeksi.
  • Larutan hasil rekonstitusi harus digunakan sesegera mungkin dan bila perlu, harus disimpan tidak lebih dari 3 jam pada suhu kamar (30 0C) dan tidak lebih dari 18 jam di dalam lemari pendingin/ kulkas (2-8) 0C.
  • Obat (vial) sebelum rekonstitusi dan larutan hasil rekonstitusi tidak boleh dibekukan.
  • Selama proses rekonstitusi, harus diterapkan teknik aseptik standar. Kocok larutan yang telah direkonstitusi sebelum digunakan.

KEMASAN
Dus, 1 vial @ 1 g

Reg. No. DKL 1316111644A1